ANTARA PENA DAN TITIK AIR MATA BUNDA

Posted by Unknown Sabtu, 21 Januari 2012 3 komentar
Dinding yang aku pandang saat ini mulai terlihat rapuh. Langit-langit kamarku tak seindah yang ku bayangkan, belum lagi, aku juga harus menahan dingin ketika malam mengantar tidurku diatas selembar tikar kusam. Kadang aku berpikir, seandainya aku jadi Orang kaya, aku tak perlu merasakan pahitnya kenyataan hidup.

Hari ini terik sang surya mengantarkan langkahku menyusuri jalan-jalan berdebu. Yea, sejak ayahku meninggal, akulah yang menggantikannya berjualan koran. Dulu aku memang sempat mengeyam pendidikan hingga kelas 6 SD. Namun setelah itu, kesulitan ekonomi membuatku memutuskan untuk berhenti sekolah dan membantu ibu. Gaji yang ia terima dari pekerjaannya sebgai tukang cuci panggilan hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari kami berdua.

“Koran .. Koran.. teriakku lantang, pada semua orng yang berlalu lalang.

“Koran De’!> seorang wanita separuh baya menghampiriku. “berapa harganya de’..??

“Tiga Ribu Rupiah Mbak..”

“ini uangnya, “ucap wanita itu, sembari memberikan tiga lembar uang seribu rupiah padaku.

Terima kasih mbak”

...........


Cukup lama aku menghabiskan waktu diatas jalan berdebu ini. Aku beristirahat sejenak dibawah pepohonan yang cukup rindang. Ku ambil Pena dan kertas kusam yang selalu aku bawa saat aku menjajakan koran. Buatku pena ini sangat berharga, karena itu adalah pemberian dari almarhum Ayahku saat aku masih terlalu kecil. Ayah ingin aku bisa menjadi penulis yang hebat, meneruskan bakat terpendamnya.

Sewaktu ayah masih hidup, beliau sering mengajariku membuat puisi dan cerpen anak-anak. Entah dari mana beliau belajar smua itu. Tapi sayang, ayah tak pernh berniat mengirimkan karyan-karyanya itu kemajalah atau koran-koran ternama di kotaku. Padahal menurutku, karyanya cukup bagus. Sampai akhir hayatnya, karya-karyanya itu hanya jadi saksi bisu kepergiannya.

Aku rasa sekarang, aku mulai menyukai hobi menulis yang pernh diajarkan oleh Almarhum Ayahku. Aku semakin menekuni hobi baruku ini. walau dengan peralatan seadanya, aku sudah mampu menciftakan beberapa puisi dan cerpen. Aku menyimpan semua karya-karya ku itu dibawah laci meja usangku. Aku harap ibu tak tahu..

Ya begitulah ibuku, beliau tak suka jika melihatku menulis, beliau memang tak pernh marah padaku, hanya saja Ibu selalu menitikan Air mata nya saat melihatku menulis. Entah kenapa..??? sempat aku menanyakan hal ini pada ibu, tapi ibu selalu enggan menjawabnya. “ibu tidak mu kamu jadi pemimpi ulungm yang hanya bisa berkhayal lewat tulisan-tulisan mu itu..!.. begitu katanya setiap kali bertanya.

Suatu hari aku mencoba mengirimkan puisi-puisiku kesebuah majalah. Lama aku menunggu, tapi puisiku tak juga terpampang dilembar halaman majalah tersebut. Aku sangat kecewa , dan mungkin benar kata Ibu, tidak sepatutnya aku bermimpi dan berhayal.

Sore itu, selepas berjualan koran, ku sandarkan tubuhku di kursi rotan yang berada didepan rumahku. “Ardi.. ibu mau ngomong sesuatu sama kamu..” suara ibu mengagetkan ku,,

“Begini di, sebenarnya ibu senang melihatmu punya bakat menulis seperti Almarhum Ayahmu, tapi karena hal itu pula ibu sering kali menangis, ibu selalu terbayang satu peristiwa yang dulu menimpa ayahmu”. Ibu berhenti sejenak, beliau terlihat mengingat sesuatu.

“Kejadian apa itu ibu.?”

“Perlu kamu ketahui, puisi karya Ayahmu pernh diterbitkan disebuah majalah. Bagi ayahmu ini adalah kebanggan tersendiri dihatinya, untuk yang pertama sekaligus yang terakhir baginya. Begitu senangnya ayahmu, dia berniat mengabarkan hal ini pada Ibu, dia pergi menyusul ibu, yang waktu itu sedang mencuci di rumh tetangga diseberang jalan,” ibu kembali menghentikan ceritanya” dan air mata perlahan turun membasahi pipi halusnya.

Ku sandarakan kepalaku dipundaknya dan memeluk erat tubuhnya. Ibu menoleh kearahku dan meneruskan ceritanya, “sebelum sempat bertemu ibu, sebuah mobil menghantam tubuh kurusnya, sehingga ia tersungkur dan menghembuskan nafas terakhirnya. Ya ayahmu meninggal saat itu juga.”

“aku tahu sekarang kenapa ibu selalu menangis saat melihatku menulis.”

Ibu hanya tak habis pikir pada tindakan ayahmu itu, padahal dia bisa menunggu ibu pulang, tak perlu lah menyusul ibu.

Ayah begitu mencintai dunianya dan beliau ingin ibu mendukungny, menjadi satu inspirasi terbesar dalam hidup ayah”. Ibu tahu itu, hanya saja ibu takut jika nantinya ibu akan kehilangan kamu, seperti ibu kehilangan ayahmu. Bayang-bayang masa lalu itu selalu menghantui hati kecil ibu, “

.........................


Hidup, mati, rejeki dan jodoh itu sudah ada yang mengatur. Jika kita gigih dalam memperjuangkannya, kita akan memperoleh yang terbaik darinya.” Sejak saat itu aku berjanji untuk bisa membahagiakan ibu. Semangatku menulis muncul lagi, dan aku bersyukur kini aku bisa melihat karya-karyaku terpampang di majaah dan koran ternama . hingga  kumpulan cerpen yang aku buat berhasil diterbitkan.. Akhirnya aku bisa mewujudkan keinginan ayah.” Bathinku.

Tapi sayang, di saat aku merasakan kebahagian itu, ibu justru terbaring lemah. Penyakit kangker hatinya tak mungkin bisa disembuhkan lagi. Disamping tempat tidur ibu, ku bacakan cerpen-cerpen hasil karyaku yang kini sudah menjai sebuah buku. Aku ingin membuktikan bahwa mimpiku dan mimpi ayah tidak sia-sia,  “Ibu perlahan menitikan air mata”

Setelah aku selesai membacanya, ku pandangi wajah ibu lekat-lekat, sosok yang begitu aku sayangi terbujur kaku dengan mata tertutup, ku melihat bibirnya yang mulai membiru..”

“ibu..........!! “teriakku”

hari ini aku baru saja mendapatkan apa yang aku impikan, tapi hari ini juga aku kehilangan apa yang sangat aku butuhkan. Dan itu adalah dukungan dari seorang ibu..

...selesai...


(by. Ucha_Ficliqscoria)

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: ANTARA PENA DAN TITIK AIR MATA BUNDA
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://ompalembaja.blogspot.com/2012/01/antara-pena-dan-titik-air-mata-bunda.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

3 komentar:

aidil mengatakan...

siapa tuch Ucha Ficliqscoria..??

Jake Summers mengatakan...

Thanks for your short article. I would love to say that the health insurance agent also works best for the benefit of the actual coordinators of any group insurance coverage. The health insurance professional is given an index of benefits wanted by someone or a group coordinator. Such a broker does is hunt for individuals and also coordinators which best go with those needs. Then he gifts his tips and if all sides agree, this broker formulates a contract between the 2 parties.

Maressa mengatakan...

betulll bukan selalu salah istri mba mnigkun perlu nulis artikel kali mba tentang ini^^ siapa yang mau ya^^soalnya laki2 pada umumnya juga belum paham batasan aurat. Jangan muslimah melulu donk yang dikritisi penampilannya yang muslim juga perlu Selain itu, ya mnigkun ana ada uneg2 pribadi ikhwah kalo kondangan mbok ya (ngapunten nggih siapa pun yang baca) jangan pake sendal jepit dan tas gembol ikhwah bermanhaj terbaik dandanlah yang terbaik pula nggih . ga harus jadi cowok metro kok, yang penting sesuai tempatnya

Posting Komentar

Terus Berusaha MenampilkanYang Terbaik - Original design by Palembaja | Copyright of PALEMBAJA.

Label

Pengunjung

Flag Counter

Visitors

Pengikut

Soundtrack